an original character by Kaleb.


Birth Name
Saitō Kei / 斉藤 慧

Nickname
Kei

Place, and Date of Birth
Tokyo, 5th February 2005

Occupation
High-school Student

Major
Shōtoku

Nationality
Japanese

Religion
Shinto

Face Claim
Lin Yi



Personalitas

Kei adalah orang yang suka mengobservasi. Ia terbiasa melihat, mendengarkan, dan mencoba untuk memahami orang lain alih-alih berbicara. Meski dari luar kelihatan tenang dan pemalu, namun Kei memiliki antusiasme yang sangat besar bila sedang membicarakan/melakukan hal-hal yang menjadi ketertarikannya. Daya juangnya cukup tinggi, membuat Kei menjadi sosok yang ambisius, perfeksionis, dan konsisten terhadap keputusan yang dimilikinya.

Kendatipun, tak ada gading yang tak retak. Kebiasaannya yang selalu melakukan segala urusan dengan sepenuh hati membuat Kei tidak bisa multitasking. Ia harus melakukan semua urusan satu persatu, sesuai skala prioritas yang telah ditentukan. Bahkan, kalau sudah terlanjur fokus, Kei bisa lupa makan dan minum, dirinya pun pernah tidak tidur selama dua hari hanya karena terlalu asyik menyusun lego.

Selain itu, Kei adalah sosok yang perasa. Ia mudah tersinggung namun sulit untuk mengutarakan isi hatinya. Namun berkat hal ini, Kei jadi lebih berhati-hati setiap kali berbicara. Ia sangat takut menyinggung perasaan lawan bicaranya. Sikap kehati-hatiannya itu kadang menjadi bumerang bagi Kei. Ya, pada beberapa kesempatan, dia akan merasa tidak enak hati dan berusaha menolong siapapun yang membutuhkan bantuannya.

Kei orang yang tidak begitu peka (atau peduli?) terhadap lingkungan di sekitarnya. Namun, bila sudah merasa terusik, Kei yang biasanya tenang bisa berang bukan kepalang. Ia tidak segan-segan untuk berbicara empat mata dengan siapa saja yang mengganggunya. Biasanya, Kei akan menunjukan dominasi tidak hanya lewat perkataan namun juga perbuatan.

Trivias

  1. Seorang INFP-T

  2. Bergolongan darah AB rhesus positif

  3. Memiliki fobia terhadap darah yang berasal dari traumanya dulu

  4. Menyukai musik alternative-rock

  5. Bisa berbahasa Mandarin dan bahasa Kanton

  6. Dulu saat Ayahnya masih ada, Kei suka diam-diam membaca komik. Namun setelah Ayahnya wafat dan tidak ada lagi yang melarangnya, Kei justru jadi kurang tertarik

  7. Kei selalu menganggap hubungan romansa sebagai sesuatu yang merepotkan

  8. Sangat menyukai makanan pedas

  9. Tidak bisa mengonsumsi makanan manis

  10. Menyukai kegiatan fisik seperti olahraga basket dan hiking

  11. Mulai bermain cello sejak usia 10 tahun

  12. Tidak suka menonton film horror / thriller karena memperlihatkan banyak darah



1: DINASTI YANG RUNTUH

Lahir dari keluarga yang serba berkecukupan tak lantas membuat pemuda kenamaan Saitō Kei menjadi lebih bebas. Sejak kecil, Kei tidak pernah punya pilihan soal hidup yang akan dirinya jalani. Baik Kei maupun kakaknya, Benjiro, harus mengikuti sepak terjang sang ayah sebagai seorang politikus, atau justru sang ibu yang menjadi seorang pebisnis.

Sebagai anak pertama, Saitō Benjiro sudah tentu memiliki kuasa untuk memilih; meninggalkan Kei yang saat itu masih berada di bangku sekolah dasar mau tidak mau harus terjun ke dunia politik sebagaimana yang diinginkan oleh ayahnya.

Bila anak-anak lain didongengkan cerita fabel sebelum tidur, lain halnya dengan Saitō Kei. Ya, ayahnya kerap mencekoki sejarah-sejarah diplomatik serta kisah-kisah heroik keluarga mereka selama menjabat di pemerintahan, tentu dengan bumbu-bumbu menarik dan bahasa yang mudah dipahami oleh anak seusia Kei.

Hal tersebut lah yang kemudian membuat Kei merasa akrab dengan ruang lingkup sang ayah. Kei kecil lambat laun mulai melihat ayahnya sebagai sosok yang hebat, yang berjasa, yang memang pantas memiliki kuasa. Terlebih saat Kei mengetahui sang ayah sering melakukan acara amal dan memberi perhatian lebih kepada Burakumin (部落民) yang selama ini kerap tertindas, menyekolahkan anak-anak tidak mampu, serta membangun lembaga beasiswa bagi murid-murid berprestasi.

Dalam pandangan Kei, ayahnya tidak lain merupakan figur yang inspiratif. Bahkan pada beberapa kesempatan, Kei akan berseru manakala nama sang ayah disebut, “Itu ayahku! Nobusuke adalah ayahku!”

Dan pada titik itulah, Kei memutuskan untuk mengikuti jejak sang ayah secara suka rela: menjadi seorang politikus yang berjasa bagi bangsa dan negaranya.

Naas, euforia dari cita-cita Kei tidak berlangsung lama. Karena pada 2017 lalu, sang ayah selaku Perdana Menteri tersandung kasus korupsi menyoal proyek renovasi Bandar Udara Internasional Centrair Chubu. Kasus tersebut melibatkan nyaris seluruh dinasti keluarganya yang berada di pemerintahan, serta sejumlah gubernur prefektur yang masuk ke dalam koalisi Partai Demokratik Liberal.

2. TITIK TERENDAH

Kei yang pada saat itu baru saja duduk di bangku SMP merasa hancur. Saitō Nobusuke yang selama ini dikenalnya sebagai ayahanda, sosok yang kerap dilihatnya sebagai manusia yang murah hati, rupanya memiliki keserakahan yang begitu tinggi. Usut punya usut, segala kebaikan dan program kerja yang dilakukan ayahnya dulu rupanya demi mendongkrak nama baik dan menggagalkan mosi tidak percaya yang diserukan pihak oposisi selama masa jabatannya.

Sebagai bagian dari keluarga Saitō, Kei jelas merasa malu. Bisa-bisanya sang ayah memilih untuk mati alih-alih menerima hukuman dari negara seperti tersangka lainnya. Meninggalkan Kei dan keluarganya dengan segala cacian dan makian yang terang-terangan disampaikan kepadanya.

Tak jarang, lokernya di sekolah silih berganti mendapat beragam hadiah aneh, mulai dari sampah, darah ayam, hingga surat-surat berisi amarah dan kekecewaan kepada ayahnya. Tiap kali ia hendak berangkat sekolah, jemarinya kerap bergetar. Membayangkan perihal benda apalagi yang akan mampir di dalam lokernya nanti. Kei memang tidak pernah bercerita apa-apa yang telah dialaminya, namun sebagai seorang ibu, Sara jelas mengetahui hanya dari roman muka sang putra.

Meski sulit, pada akhirnya, Sara memutuskan untuk membawa keluarganya ke rumah pengasingan di Matsushima. Di sana, Sara membiarkan Kei untuk homeschooling dan mengizinkan Benjiro untuk rehat mengelola bisnis mereka. Tak apa bagi Sara bila dirinya harus menanggung segala urusan dan gugatan seorang diri. Karena dirinya tahu, yang paling terpukul oleh skandal yang dilakukan Nobusuke tentulah kedua anak laki-lakinya, terutama Kei.

Kei yang sejak awal memang tak banyak bicara, kini nyaris tak pernah membuka suara. Bila sedang tidak ada kelas atau tengah suntuk membaca buku, Kei biasanya pergi ke sebuah kuil tak jauh dari rumahnya. Bukan hanya untuk berdoa, tapi juga sekadar duduk di dekat kolam di pekarangan kuil tersebut. Hanya memandang ke hadapan, memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan dirinya lakukan di masa depan. Sesekali ada Miko / penjaga kuil yang turut serta duduk bersama, membuka obrolan walau hanya dijawab dengan anggukan.




3: KEBANGKITAN

Suatu hari, Kei lagi-lagi berada di pekarangan kuil tersebut. Dirinya sedang asyik melempar batu ke dalam kolam dan membuat beberapa di antaranya memercikkan air pada bajunya. Untuk kali pertama, Kei terkekeh sendiri. Sudah dua tahun rasanya sejak skandal yang meluluh lantakkan seluruh bahagianya. Dan kini, Kei mulai merasa lega bahkan bisa tertawa.

“Sudah basah, tidak mau mencoba untuk berenang saja?”

Itu Kiyoko, seorang Miko yang selama ini kerap menemaninya di kuil. Kei yang pada saat itu tidak mengerti ucapan Kiyoko, hanya mengernyitkan sebelah alis. Buat apa berenang di kolam ini? Toh, bahkan di rumahnya sekarang ini masih ada kolam renang. Kiyoko kemudian ikut terduduk, lantas mengambil sebuah batu dan memandanginya cukup lama.

“Kamu lihat benda-benda di sekitar?”

Kei hanya mengangguk.

“Benda-benda tersebut cepat atau lambat akan jatuh ke dalam kolam. Daun, batu ini, bahkan kamu sendiri bisa saja terjatuh ke sana, 'kan? Tapi, tidak seperti batu, kamu masih punya pilihan untuk bertahan,” Kiyoko melempar batu tersebut, sebelum akhirnya menoleh ke arah Kei.

“Tak peduli apakah kamu tercebur atau memutuskan untuk terjun ke kolam. Selama kamu bisa berenang, kupikir kamu akan baik-baik saja?” Jeda sejenak, sebelum Kiyoko akhirnya menambahkan.

“Saat berada di kolam untuk pertama kali, mungkin kamu akan ketakutan ataupun kaget. Entah karena dingin atau menginjak lumut dan makhluk lain, kamu akan merasa tidak nyaman. Tapi, lain cerita kalau kamu bisa berenang di dalamnya dan menerima kolam ini apa adanya. Bukankah justru jadi pengalaman yang menyenangkan?”

Kei melempar tuju pandangnya ke hadapan, sembari mendengar monolog yang disampaikan. Sempat terdiam, sebelum akhirnya ia membuka suara, “Menurutmu, tidak apa-apa jika aku di kolam selama tidak menginjak makhluk lain? Maksudku, selama aku berenang?”

Kini giliran Kiyoko yang mengangguk. Puan itu tersenyum lebar, ini kali pertama baginya mendengar Kei berbicara. Ya, adalah sebuah hal yang langka melihat anak lelaki tersebut mau berbincang dengannya.

Kei kemudian mengambil sebuah batu dari tempatnya duduk, ia memandanginya cukup lama sebelum menarik napas panjang. Entah mengapa, pikirannya terasa sesak. Ia ingin berbicara banyak, namun tak tahu harus memulai darimana.

“Menurutmu, aku bisa berenang?”

“Bukankah yang mengetahui kemampuanmu hanya kamu sendiri?”

Dan, detik itu juga, seulas senyum refleks terukir pada sudut bibirnya. Untuk kali pertama sejak dua tahun lamanya, Kei seakan merasa kembali kepada dirinya yang dulu. Ia bisa berenang, ia sudah tahu keadaan ‘kolam’ secara garis besarnya. Ia sudah terlalu lama berada di permukaan, dan ini saatnya kembali menyelami apa yang digemarinya sejak dulu. Ia ingin melanjutkan cita-citanya sebagai seorang diplomat, ia ingin mengurus negaranya!

Kei lantas berterima kasih pada Kiyoko dan segera pamit untuk pulang. Ia bertekad untuk belajar lebih banyak, menyelam dunia politik lebih dalam, dan membiasakan diri dengan ‘suhu’ yang sudah tentu tidak akan sama dengan ‘kolam renang’ miliknya. Dan itu artinya, Kei harus siap menerima konsekuensi apapun saat dirinya ingin kembali mendalami dunia politik nanti.

Lagipula, bukankah ini satu-satunya cara untuk membersihkan nama baiknya dan keluarganya? Persetan dengan celotehan orang lain! Toh, memang benar 'kan dirinya anak koruptor. Lalu? Apakah anak koruptor juga harus terjerumus pada dosa yang sama? Setidaknya, itulah yang dipikirkan oleh seorang Saitō Kei.

Ibunya sudah tentu sempat menolak saat Kei menyampaikan keinginannya. Khawatir anaknya suatu saat akan mengalami hal serupa layaknya sang mantan suami. Bagaimana kalau integritas anaknya juga dikalahkan dengan ambisi untuk menguasai? Sara tak ingin hal itu terjadi di kemudian hari. Namun, satu kata yang membuat Sara mendukung penuh keputusan anak bungsunya adalah, “Ibu, aku ini Kei. Aku adalah aku, bukan Ayah.”

Benjiro, kakak laki-lakinya yang tidak sengaja mendengar percakapan tersebut ikut menimbrung. Lengannya lantas men-headlock kepala adiknya dan berseru, “Kalau kamu mempermalukan kami juga, akan kuhabisi ya!” Dan, begitu lah percakapan mereka diakhiri dengan tawa ketiganya, juga harap yang mulai tumbuh pada tiap-tiap dada mereka.

Dinasti keluarga Saitō memang sudah habis dalam dunia politik saat ini. Namun, bukan berarti keluarga mereka akan hancur bergitu saja. Saitō Kei yang akan menjamin itu semua. Saitō Kei yang akan membuktikan pada dunia bahwa dirinya layak bersanding di dunia diplomatik dan membersihkan nama baik keluarganya.

Seluruh anggota keluarga sudah tahu akan ambisi yang diperlihatkan oleh Kei. Beberapa mendukung, yang lainnya justru mencibir. Tapi Kei memilih untuk tidak peduli. Yang ia perlu lakukan adalah fokus pada pendidikannya untuk meraih mimpi tersebut, dan salah satu caranya adalah dengan masuk ke dalam sekolah yang mampu membentuknya menjadi pribadi yang kompeten: Kintsugi Elite Boarding School. Sekolah yang dapat menjadi mediumnya untuk dapat tumbuh lebih kuat, lebih hebat, dan lebih bermartabat.




The Saitō Family
(Non-Played Character)

Saitō Nobusuke, Kusajishi Sara, Saitō Benjiro.

(Baek Yoonshik, Moon Jeonghee, and Zhang Yujian)


Halo, penulis. Terima kasih telah membaca biografi singkat milik Saitō Kei. Perkenalkan, saya Kaleb. Semoga dengan biografi singkat ini, penulis bersedia untuk berinteraksi, menulis bersama, bahkan menjalin relasi dengan anak saya, Kei.

Jangan pernah sungkan untuk mengetuk DM saya bila sekiranya penulis membutuhkan presensi Kei untuk perkembangan karakter Anda.

Salam hangat,
Kaleb.